5 Cara Memunculkan Rasa Ingin Tahu Anak

Senin, 30 September 2019


Dunia anak adalah dunia bermain. Dalam segala situsi dan di mana pun berada, yang ada dalam pikiran mereka adalah bermain dan bermain. Sebagian kita mungkin menganggap mereka membuang waktu. Namun, sejatinyabbermain adalah cara mereka belajar dan merengkuh banyak ilmu.

Sebagai orang tua, seharusnya kita tidak buru-buru memberikan stempel buruk pada anak. Karena dunia anak adalah dunia penuh kegembiraan dan canda tawa, melalui bermain pula banyak ilmu disuguhkan kepada anak. Sekolah-sekolah TK dan kelompok bermain menggunakan metode bermain dalam proses belajar-mengajar sehingga anak menjalalani hari-hari di sekolah dengan riang gembira. Bahkan, di tahap awal SD sekalipun, belajar masih dilakukan dengan bermain.

Anak- anak sangat suka menggali ilmu baru sambil bermain. Bermain dapat membuat mereka ingin tahu akan banyak hal. Kita sebagai  orang tua harus jeli menjadi media bertanya bagi anak agar mereka tidak bertanya kepada orang atau media yang salah. 

Bagaimana memunculkan rasa ingin tahu anak?

1. Mengenalkan Anak pada Lingkungan Alam dan Sekitarnya




Sejak dini, anak harus dikenalkan dengan alam dan lingkungan sekitarnya. Apa saja yang ada di sekelilingnya adalah sarana belajar yang menyenangkan. Sering mengajak anak menjawab teka-teki, bertanya yang memuncullan keraguan, atau berdiskusi tentang suatu hal adalah cara mudah membuat anak berpikir. Dengan berpikir, anak akhirnya akan banyak bertanya.

2. Selalu Siap Menjadi Tempat Bertanya



Rasa ingin tahu membuat anak bertambah pengetahuannya. Semakin bertanya, akan semakin menunjukkan minatnya pada ilmu baru. Sebagai orang tua kita harus selalu siap menjadi tempat bertanya yang menyenangkan bagi anak. Bila tidak menyenangkan bagi anak, maka anak akan bertanya kepada yang lain yang belum tentu terjamin kebenarannya.

3. Tidak Memberikan Respon Negatif Saat Anak Bertanya


Anak-anak selalu berpikir sebab akibat. Karenanya, orang tua harus berusaha memberikan jawaban yang akurat, agar kemampuan berpikir anak dapat terbangun sesuai tahapan usia. Ketika bertanya itulah sebetulnya anak memasukkan ilmu pengetahuan di otaknya. Oleh karena itu, orang tua hendaknya memberikan hanya respon positif saja pada anak agar anak tidak kecewa dan akhirnya malas bertanya lagi.

4. Memberikan Kesempatan Berekspresi Seluas-luasnya


Kesempatan berekspresi bisa dengan bermain, menekuni hobi, atau kegiatan apa saja yang menyenangkan anak. Dari sanalah mereka menemukan banyak hal baru yang memunculkan rasa ingin tahu mereka. Biarkan anak bereksperimen dan kenalkan dengan banyak hal tentang kehidupan dengan cara sederhana.

5. Biasakan Memberi Tantangan kepada Anak 





Terkadang, seseorang perlu menaklukkan tantangan agar bisa memotivasi diri. Tantanganlah yang bisa membuat seorang anak duduk berlama-lama atau berlelah-lelah. Tentu karena ingin meraih sesuatu.

Demikian sekelumit yang bisa dilakukan orang tua untuk memunculkan rasa ingin tahu anak. Kelima hal di atas bukan hal yang sulit dipraktekkan. Bila serius mengupayakan, maka anak-anak kita akan terbiasa menggali banyak hal baru dalam keseharian, sekaligus mengasah ketajaman berpikir mereka.

5 Tips Agar Anak Bersedia Sekolah di Pondok Pesantren

Minggu, 29 September 2019
Foto: Google


Punya anak patuh tentu menyenangkan. Semua yang diperintahkan orang tua dilaksanakan dengan senang hati. Tidak ada penolakan dan bantahan, juga sikap tak menyenangkan lain.

Bagaimana saat anak diperintahkan mondok? Tidak semua anak dapat memahami besarnya kekhawatiran orang tua akan banyaknya pengaruh buruk yang bisa merusak kepribadian anak. Sebagian besar anak justru menginginkan kebebasan.

Membekali anak dengan ilmu agama adalah kewajiban orang tua. Setiap orang tua tentu menginginkan anak-anaknya hidup bahagia dunia akhirat. Kebahagiaan tentunya tidak selalu berupa materi. Segala bentuk kenyamanan dan kemudahan bisa diraih dengan materi. Namun kekuatan mental dan kenyamanan batin tidaklah selalu dengan materi.

Orang tua yang bijak hendaknya mengutamakan lingkungan yang baik bagi perkembangan anak-anaknya. Pondok pesantren adalah pilihan tepat bagi anak terutama ABG untuk tempat menuntut ilmu. Pondok pesantren bagi anak tidak saja melatih kemandirian, melatih kedisplinan dan melatih kesabaran. Tapi juga melatih ketahanan mental karena hidup terpisah dari orang tua.

Baca juga:

8 Tips Mudah Melatih Kemandirian Anak

Kita tidak sedang membahas pro kontra dan baik buruk sekolah di pondok pesantren. Bisa jadi setiap orang tua berbeda pendapat tentang hal ini. Tapi bila kedua orang tua bertekad memilih jalan memasukkan anak di pondok pesantren, maka ada beberapa tips yang bisa diterapkan. Tips-tips berikut ini bertujuan agar ada kesamaan antara keinginan dan cits-cita orang tua dengan anak.

1. Mendo'akan Sejak dalam Kandungan

Foto: Google


Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya lahir sempurna fisik dan mentalnya. Do'a tanpa henti diiringi ikhtiar maksimal dari orang tua terutama ibu sangat berpengaruh bagi tumbuh kembang anak. Jangan pernah lelah menyisipkan do'a agar anak kelak menjadi anak yang patuh dan senantiasa berbakti kepada kedua orang tua.

2. Menghadirkan Suasana Religi Sejak Usia Dini


Foto: Google


Sejak anak dilahirkan harus ada upaya untuk menghadirkan suasana religi secara terus menerus. Setiap hal yang masuk melalui panca indranya harus sesuai dengan ajaran agama. Adalah tugas orang tua untuk membentengi anak sejak usia dini dari segala hal yang bertentangan dengan agama.

3. Selalu Menceritakan Hal-hal Positif tentang Kehidupan di Pondok Pesantren.

Foto: Google


Sejak bisa mendengarkan cerita, sebaiknya anak hanya mendengarkan hal-hal yang baik saja dalam segala hal. Ini bertujuan agar anak sedini mungkin memiliki filter mana yang baik dan buruk dalam segala hal. Demikian juga mengenai pondok pesantren. Ajaklah anak untuk mencari kebaikan dan keuntungan tinggal di pondok. Bagaimana mereka akan hidup dalam ketenangan tinggal di lingkungan orang-orang saleh salihah yang saling mendo'akan dan saling menguatkan.

4. Menjaga dan Mengawasi Pergaulan Anak


Foto: Google



Hidup di era digital sekarang ini memudahkan setiap orang mengakses beragam informasi. Demikian juga anak-anak. Mudah bagi mereka mendapatkan berbagai informasi dan bergaul di dunia maya. Sudah tidak diperdebatkan lagi bahaya sosmed bagi anak. Karenanya perlu pengawasan terus menerus kepada anak terkait pergaulannya, terutama pergaulannya di dunia nyata.Tentu harus dicari cara yang menyenangkan agar anak tidak merasa dikekang dan mudah diarahkan agar tidak meniru perilaku buruk teman-tenannya.

5. Mengajak Anak Berkunjung ke Pondok Pesantren dan Melihat dari Dekat Kehidupan di sana.


Foto: Google


Berdiskusi dengan anak terkait sekolah di pondok pesantren perlu dilakukan. Sesekali ajaklah anak melihat dari dekat kehidupan di pondok. Bila perlu bisa menyertakan anak mengikuti pesantren kilat, seperti pondok romadhon atau pesantren liburan. Ini penting untuk mengawali. Setidaknya anak melihat sendiri bagaimana para santri bisa bahagia meski jauh dari orang tua.

Memasukkan anak ke pondok pesantren tentu tidak selalu mudah.Orang tua, terutama ibu, sejatinya adalah faktor pendorong suksesnya anak belajar di pondok. Bila ada rasa berat berpisah dengan anak, tentu anak akan ikut merasa meski berpisah jarak.

Membersamai anak dengan do'a adalah jalan terbaik agar sukses sekolah di pondok pesantren. Tidak perlu takut anak jadi bodoh dan kuper karena tidak menggunakan Hp. Anak-anak mendapatkan penjagaan langsung dari Allah. Bukankah akan ada saat mereka libur dan bisa bergaul kembali dengan teman-teman mereka yang tidak sekolah di pesantren. Ada pula saat mereka bisa menggunakan Hp.

Bila tekad telah kuat dan ikhtiar telah maksimal maka hanya kepada Allahlah kita menyerahkan semuanya. Proses yang baik telah dilalui dan Allahlah yang menentukan hasilnya.

6 Trik Mudah agar Anak tidak Malas Belajar

Sabtu, 28 September 2019


Pernahkah mendengar anak menebar janji saat diajak belajar?

"Nanti, Bu."

"Iya, Bu, sebentar lagi."

"Sudah, Bu. Kok disuruh lagi, sih? Tadi sudah belajar."

"Malas, Yah, aku nggak mau belajar, capek."

Sebagian anak merasa belajar di rumah adalah aktivitas yang kurang menyenangkan. Selain karena sudah lelah belajar di sekolah, antara lain karena di rumah terlalu banyak hal yang lebih menarik daripada belajar, seperti bermain bersama teman, menonton TV, dan bermain game via Hp. Faktanya, memang anak-anak, terutama usia TK dan awal SD, menganggap belajar adalah sesuatu yang membosankan dan melelahkan.

Hal ini tentu mengkhawatirkan bila terus berlanjut sampai usia SMP apalagi SMA. Belajar adalah kebutuhan hidup. Apa jadinya bila seorang anak tidak suka belajar. Oleh karena itu, perlu trik khusus agar anak tidak menolak diajak belajar dan menyukai ilmu pengetahuan.

Bagaimana caranya? Yuk, simak trik ala saya berikut ini.

1. Ubah Cara Pandang tentang Belajar



Selama ini, anak memahami bahwa yang dimaksud belajar adalah duduk manis di depan meja sambil membaca atau menulis. Orang tua harus mengubah cara pandang anak agar tidak berpikir sempit tentang belajar. Bermain kartu angka dan huruf, bermain monopoli, menonton film motivasi, atau menggambar, juga disebut belajar. Jadi, belajar adalah semua aktivitas yang menambah pengalaman dan pengetahuan, serta membuatnya paham akan banyak hal. Tentu tidak terbatas hanya duduk diam saja sambil membaca dan menulis.

2. Ajak Anak Kunjungi Tempat Penting




Sesekali ajak anak mengunjungi tempat-tempat penting yang terdapat ilmu pengetahuan, seperti museum, kebun binatang, dan taman flora. Bila anak pergi bersama teman-teman dan gurunya di sekolah tentu lebih baik. Anak akan belajar mengeksplor banyak ilmu sambil rekreasi.

3. Dampingi Saat Anak Belajar





Duduklah di dekat anak saat mereka mulai mempelajari banyak hal. Dampingi dan siapkan diri untuk menjelaskan hal-hal yang tidak dimengerti. Tentu saja disesuaikan dengan kemampuan anak. Yang penting, anak belajar dengan riang dan tanpa paksaan.

4. Jangan Paksakan Durasi




Saat anak mulai duduk manis atau belajar apa saja dengan santai dan riang, tidak perlu memaksakan harus berapa lama. Pastikan dulu anak memiliki rutinitas belajar yang nyaman dan fokuskah pada konsistensi, bukan pada durasi.

5. Tidak Bandingkan Anak



Tidak perlu membandingkan anak dengan temannya, meskipun untuk tujuan memotivasi. Nikmati saja seberapa pun dan sejauh apa pun pencapaiannya. Latih terus menjaga semangatnya dan tidak lelah memotivasi untuk menggali hal-hal baru, baik dengan membaca, menulis, mewarnai, maupun bercerita.

6. Beri Teladan




Orang tua harus menjadi teladan terbaik bagi anak. Sesibuk apa pun sempatkan membaca buku, mendengarkan berita, atau melakukan apa saja yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Buat anak meyakini bahwa orang tuanya memberi contoh yang baik untuk perkembangan kemampuannya.

Bagaimana triknya? Mudah, bukan? Tidak sulit bila mau mencoba dan terus berusaha.

Jangan patah semangat bila anak belum mau mengisi harinya dengan belajar. Berikan sebanyak-banyaknya masukan tentang manfaat belajar dan apa akibatnya jika malas. Bila memungkinkan, berilah anak contoh nyata di sekitar tentang akibat malas belajar. Hal ini berguna untuk membuat anak lebih berhati-hati dan terdorong untuk semangat belajar.

Selamat mencoba.


6 Hal yang Harus Disiapkan Saat Anak Berangkat Berkemah

Jumat, 27 September 2019


Apakah Anda termasuk ibu yang galau saat anak berangkat kemah?
Apakah Anda tidak mengizinkan anak berangkat kemah karena terlalu khawatir?
Apakah Anda mempersiapkan dengan matang kelengkapan anak berangkat kemah?

Orang tua yang galau saat anak berangkat kemah sebenarnya wajar saja. Terlebih lagi, anak yang masih usia SD. Tentu muncul kekhawatiran di hati orang tua, terutama ibu, terkait keberangkatan anak.

Tentu saja, orang tua tidak bisa melarang keberangkatan anak bila kemah adalah program sekolah yang sudah dijadwalkan. Kepanikan berlebihan tentu tidak perlu karena para guru akan menjaga dengan baik selama jauh dari orang tua.

Demikian juga saat anak kami, Hanum Aulia Rusydaa, siswi kelas 5 SD Muhammadiyah 12 Surabaya saat berangkat kemah pada tanggal 24 sampai 26 September 2019. Antara cemas, galau, gelisah, bercampur dengan keinginan agar anak mandiri membuat kami akhirnya menguatkan hati melepas kepergian Hanum untuk kemah

Bertempat di Alas Pelangi Trawas Mojokerto, Hanum berangkat bersama lebih dari seratus teman dan beberapa guru mengendarai truk Angkatan Laut pada pagi hari, Selasa 24 September 2019.  Kerumunan wali murid sudah memenuhi halaman sekolah saat rombongan akan berangkat pada pukul 09.00. Para wali murid, kebanyakan ibu-ibu, membantu persiapan anak-anak mulai mengecek kelengkapan yang harus dibawa, membawakan aneka snack, dan memastikan semua barang sudah ditata dengan rapi.

Kehebohan terus berlanjut hingga saat anak berangkat mengendarai lima truk besar. Ada wajah biasa, ada wajah was-was, dan ada pula wajah gembira penuh canda tawa berbaur dengan riuhnya celoteh anak-anak yang terlihat bahagia berangkat kemah. Hanum, anak kami, ada di antara kerumunan anak-anak gembira itu.

Baca juga:

8 Tips Mudah Melatih Kemandirian Anak

Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, mengapa sampai ada galau berlebihan di hati ibu? Bukankan kemah adalah kegiatan tahunan yang rutin diadakan sekolah? Sebenarnya lebih baik orang tua melakukan serangkaian persiapan. Apa saja persiapan anak kemah?

1. Beri Anak Motivasi 



Tidak usah memikirkan kondisi minim di lokasi, seperti udara yang mungkin terlalu dingin atau terlalu panas, alas tidur yang kurang nyaman, penerangan yang seadanya, dan situasi minim lainnya. Yakin saja bahwa para guru akan menjaga mereka. Berikan anak motivasi dengan deretan manfaat kemah agar tetap menjalani dengan semangat, meskipun dalam ketidaknyamanan.

2. Kuatkan Hati Ibu


Antri mengambil makanan.
Hanum paling kanan, kerudung pink


Tidak perlu khawatir berlebihan. Kuatkan hati ibu agar berimbas langsung pada kekuatan dan semangat anak. Bukankah anak harus disiapkan menjadi pribadi yang tangguh? Biarkan anak belajar kemandirian dan tetap kuat menghadapi segala kesulitan. Yakinkan anak, bahwa orang tua mendukung sepenuhnya.

3. Bawa Barang Seperlunya




Buatlah daftar barang bawaan anak selama kemah. Biasanya, pihak sekolah sudah memberi daftar barang yang harus dibawa, baik kelompok maupun pribadi. Pastikan yang dibawa adalah yang benar-benar dibutuhkan anak. Tidak sampai kekurangan, tetapi juga tidak sampai berlebihan.

4. Latih Anak agar Efisien



Latih anak agar efisien dengan barang-barang yang dibawanya. Melipat pakaian dengan cara digulung, membawa perlengkapan mandi dalam ukuran kecil, membawa baju yang tidak terlalu tebal, dan tas yang mudah dibawa.

5. Buat Daftar Kontak




Selain grup WA, sebaiknya wali murid memiliki daftar kontak para guru agar sewaktu-waktu bisa dihubungi. Namun, bila hanya ingin mengetahui situasi anak, tentu sudah dikabarkan di grup WA. Jadi, tidak perlu sebentar-sebentar bertanya karena tentu merepotkan para guru yang sedang bertugas.

6. Pastikan Anak Sehat Saat Berangkat



Inilah yang terpenting. Saat hendak berangkat kemah, pastikan anak tidak sedang sakit. Jangan berharap anak akan sembuh di lokasi kemah bila saat berangkat sudah sakit. Kegiatan yang padat dan memerlukan fisik prima mengharuskan anak sehat saat berangkat.

Demikian tujuh hal yang harus disiapkan saat anak berangkat kemah. Bila sudah disiapkan secara matang, sudah tidak perlu lagi ada galau dan khawatir. Biarkan anak menjadi tangguh dan lebih mandiri dengan berkemah.

7 Cara Mengatasi Anak Manja



Pernahkah melihat anak Anda sering tantrum, tidak mau melakukan segala sesuatu sendiri, dan maunya minta lebih tetapi tidak mau berbagi?

Hati-hati. Ketiga hal di atas adalah ciri-citi anak manja. Kadang, sebagai orang tua kita tidak menyadari bahwa kasih sayang kita kepada anak berlebihan hingga membuatnya menjadi manja. Tidak jarang, lupa mengajarkannya bersabar dan lebih peka.

Bagaimana cara orang tua menghadapi anak manja? 
Membiarkannya?
Terus menuruti keinginannya?

Orang tua mana yang anaknya tidak pernah rewel?

Tidak pernah merengek?
Atau tidak pernah merajuk?

Setiap anak tentu punya saat tidak tenang, tidak patuh, dan semaunya sendiri. Pada tahap usia tertentu, anak belum mampu mengelola keinginannya sehingga apa pun yang diinginkan selalu minta dipenuhi, bahkan ingin segera.


Sebagian orang tua kadang tidak konsisten, tidak disiplin, dan kadang terlalu mengalah dengan anak.

Mereka menganggap hal itu wajar saja atas nama cinta dan sayang kepada anak, padahal justru sikap itulah yang memicu anak menjadi manja.

Ketika tidak terpenuhi keinginannya, anak manja akan marah, memukul, menendang, atau melempar barang. Tidak jarang, tindakan buruk tanda protesnya itu melukai dirinya sendiri. Orang tua akan dihadapkan pada situasi sulit, antara mengabaikan atau memperhatikan. 


Akibat anak terlalu dimanja, bisa berdampak negatif sebagai berikut.

1. Tidak Mandiri

Anak yang dimanja cenderung merasa tidak perlu bersusah payah mengusahakan sesuatu. Hal ini karena mereka yakin bantuan orang tua akan segera datang sehingga menyebabkan dirinya tidak mandiri.

Baca juga

8 Tips Mudah Melatih Kemandirian Anak


2. Keras Kepala dan Pemarah

Akibat sering dimanja dan dituruti semua keinginannya, anak akan kecewa bila suatu saat tidak dituruti. Anak bisa jadi marah dan frustasi, serta menunjukkan sikap tidak menyenangkan terhadap orang tua.

3. Egois dan Pembangkang

Merasa selalu diutamakan, anak yang terlalu dimanja bisa menjadi egois dan cenderung melawan orang tua. Sikap pembangkang ini bisa terus menetap hingga dewasa bila terus dimanja.

4. Tidak Hormat

Perlakuan yang tidak tegas kadang bisa menjadikan anak yang dimanja tidak hormat kepada orang tua. Anak manja biasanya merasa dirinya penting dan utama sehingga membuatnya tidak hormat kepada orang tua bila tidak segera diberi pengertian.

Yang mengerikan adalah bila sikap manja itu terus berlanjut hingga remaja, bahkan dewasa. Betapa banyak hubungan pertemanan kandas dan hubungan suami istri juga berantakan akibat salah satu pihak memiliki sikap manja. Dia akan bertindak semaunya dan mementingkan diri sendiri. 

Menghadapi anak yang sudah telanjur manja memang tidak mudah. Namun, orang tua tetap harus mencari tahu caranya untuk mengatasi.

Bagaimana caranya?

1. Beri Penjelasan Sederhana

Sumber foto: Unsplash.com


Anak harus diberi penjelasan saat dia menangis atau marah karena keinginannya tidak terpenuhi. Penjelasan yang diberikan tentu harus sederhana agar anak mudah memahami dan tidak mengulangi lagi. Bila sedih dan marahnya tidak kunjung berakhir, berikan lagi penjelasan baru yang lebih mengena dan lebih sederhana.

2. Konsisten

Sumber foto: Unsplash.com

Bila aturan sudah dibuat, pastikan menerapkannya secara konsisten. Anak akan bingung bila orang tua tidak konsisten. Kadang dibolehkan, kadang tidak. Kadang begini, kadang begitu, mana yang benar jadi tidak jelas.

Baca juga

6 Cara Melatih Konsistensi pada Anak


3. Beri Pujian

Sumber foto: Unsplash.com

Saat anak telah berusaha mematuhi aturan orang tua, berikan pujian tulus. Tunjukkan kepada anak bahwa orang tua menghargai kemauannya berbuat baik seperti harapan orang tua. Pujian juga berguna untuk menambah rasa percaya diri dan keyakinannya akan dukungan orang tua untuknya.

4. Beri Hukuman

Sumber foto: Unsplash.com

Jangan segan memberi hukuman bila anak tidak sesuai dengan aturan yang dibuat orang tua. Tentu bukan hukuman yang memberatkan. Hanya hukuman sebagai tanda orang tua kecewa atas perilaku tidak baiknya. Biarkan anak merasakan kekecewaaan orang tua dengan caranya.

5. Beri Petunjuk Perbuatan Baik dan Buruk

Sumber foto: Unsplash.com

Terkadang, anak tidak berbuat baik karena belum melihat contoh langsung. Buatlah anak paham mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk dengan penjelasan sederhana yang mudah dipahami.

6. Bersikap Tegas, Tetapi Tidak Kasar

Sumber foto: Unsplash.com


Bersikap tegas penting untuk menunjukkan bahwa orang tua ingin perbaikan atas sikap dan perilaku buruk anak. Hindari bersikap dan berkata kasar, meskipun untuk tujuan yang baik. Jadikan anak merasakan bahwa ketegasan orang tua adalah bukti kasih sayangnya.

7. Menahan Diri

Sumber foto: Unsplash.com

Saat sedang emosi, baik karena anak atau bukan, lebih baik menghindar dulu dari anak. Hal ini agar anak tidak menjadi sasaran kemarahan yang berdampak negatif bagi anak. Orang tua sebaiknya belajar menahan diri agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Sikap manja sebetulnya wajar saja terjadi pada anak. Namun, bila berlebihan tentu tidak baik bagi tumbuh kembangnya. 

Sebagai orang tua, menunjukkan kasih sayang terhadap anak ditunjukkan dengan menuruti keinginannya tentu wajar saja, asalkan tidak berlebihan. Bila berlebihan, bisa membuat anak tidak menghargai orang tua dan cenderung menjadikan orang tua tidak berguna di mata anak


Tidak ada yang ingin memiliki anak manja dan tidak mandiri. Oleh karena itu, sikap dan perilaku orang tua harus benar-benar dijaga agar tidak sampai membuat anak terlalu bergantung dan manja.

7 Tips Mudah Mempersiapkan Anak Outbond

Selasa, 24 September 2019


Outbond makin ramai dilakukan oleh sekolah-sekolah belakangan ini. Mulai usia Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Atas, kegiatan ini marak dilakukan. Selain sebagai sarana rekreasi, outbond berguna untuk mengenalkan anak dengan dunia nyata agar tidak melulu berkutat dengan teori di kelas. Juga sebagai sarana ekspresi, menghilangkan kejenuhan, membangun kerja  sama, dan menumbuhkan keberanian.

Kegiatan yang awalnya dilakukan sekolah tertentu ini mulai merata dilakukan banyak sekolah. Bila dilakukan anak di atas kelas tiga SD, orang tua mungkin tidak terlalu cemas. Akan tetapi, bagaimana jika dilakukan anak Taman Kanak-kanak, kelas satu, dan kelas dua?

Mereka yang masih terlalu kecil mungkin tidak terlalu mengerti apa tujuan dan manfaat outbond. Anak-anak itu hanya merasakan kebahagiaan dan kegembiraan bersama guru dan teman-teman. Bagi mereka, outbond adalah sarana rekreasi yang menyenangkan. Itulah sebabnya, anak-anak selalu bersemangat menjalaninya.

Bagaimana dengan orang tua? Tidak sedikit orang tua yang merasa was-was bila anak yang masih TK, kelas satu, dan kelas dua mengikuti outbond. Bagaimana anak di jalan, apakah guru-guru mampu menjaga semua anak dengan baik, apakah anak-anak tidak dalam bahaya, bagaimana bila BAB atau BAK?

Sederet pertanyaan di atas bersama pertanyaan lain membuat para orang tua terus dilanda cemas saat anak outbond. Syukurlah, di sekolah anak kami, SD Muhammadiyah 12 Surabaya, para guru sudah mengantisipasi kecemasan wali murid dengan cara sering meng-update kabar terkini anak-anak di grup WA. Sedang apa, bersama siapa, sampai jam berapa, semua jelas dan tidak perlu dikhawatirkan. Sekolah yang memiliki icon Sekolah Hafidz Quran ini tidak terlambat memberitakan kondisi anak-anak di tempat outbond.

Demikian pula hari ini, saat Hanif yang masih duduk di kelas satu, outbond di Kenjeran dan Suramadu. Penjelasan tertulis telah disebar beberapa hari sebelumnya sehingga orang tua sudah mempersiapkan diri. Komunikasi intensif melalui WA juga terus dilakukan sehingga hal-hal penting terkait keberangkatan anak sudah tuntas dibahas sebelum hari H.

Sebenarnya, ada hal-hal penting yang sebaiknya dilakukan orang tua saat anak akan berangkat outbond. Apa sajakah itu? Yuk, simak uraian berikut ini.

1. Siapkan Bekal Sesuai Jarak Tempuh



Akan ke mana anak outbond dan sampai berapa jam harus diketahui orang tua agar mempersiapkan jumlah bekal yang dibawa. Tidak hanya makanan yang disiapkan, tetapi juga perlengkapan, peralatan, obat-obatan, dan lainnya. Jangan sampai anak kekurangan atau kelebihan agar anak nyaman di perjalanan dan di tempat outbond.

2. Siapkan Bekal Makanan yang Tepat



Pastikan anak membawa makanan sesuai keinginan dan kebiasaannya. Jauhkan anak dari makanan yang membuatnya sakit perut atau mual agar anak selalu sehat.

3. Ingatkan Anak untuk Tidak Memisahkan Diri dari Rombongan



Pesan penting ini harus beberapa kali disampaikan kepada anak. Saat malam sebelum tidur dan pagi sebelum berangkat tidak boleh lupa mengingatkan hal ini. Ingatkan pula untuk memberi tahu gurunya saat akan BAB atau BAK agar tidak tertinggal.

4. Bawakan Uang Seperlunya



Bila ada anjuran membawa uang, pastikan anak membeli barang yang benar-benar dibutuhkan, bukan sekadar diinginkan. Ajak anak memilah dan memilih sejak dini mana kebutuhan dan maba keinginan. Oleh karena itu, orang tua harus memberi anak uang seperlunya saja.

5. Ceritakan Anak tentang Tempat Outbond



Guru di sekolah tentu sudah memberitahukan hal ini. Namun, orang tua juga perlu menyampaikan  agar anak lebih antusias dan merasakan betapa orang tua mendukung kegiatannya.

6. Siapkan Kantong Plastik



Orang tua tidak tahu apakah anak akan muntah atau tidak. Sebaiknya disiapkan saja agar tidak kesulitan bila benar-benar terjadi. Siapkan juga kantong plastik untuk pakaian kotor agat tidak bercampur dengan yang bersih.

7. Ingatkan Anak Saat Naik dan Turun Kendaraan


Penting diperhatikan anak bahwa saat naik turun bus atau kendaraan apa saja tidak perlu terburu-buru agar aman dan tidak jatuh. Tidak perlu berlarian saat turun kendaraan dan pastikan anak tahu untuk tidak mendekat ke jalan raya karena sangat berbahaya.

Demikian tujuh hal yang penting diperhatikan orang tua sebelum anak berangkat outbond. Jangan lupa mengingatkan anak untuk melatih kemandiriannya saat jauh dari orang tua. Semoga kegiatan yang bertujuan untuk rekreasi dan belajar bersama di luar ini dapat menambah wawasan dan pengalaman anak.

6 Cara Melatih Konsistensi pada Anak

Senin, 23 September 2019


Bagaimana bila anak tidak memiliki aktivitas rutin yang bermanfaat?
Apa jadinya bila rutinitas anak tidak disertai aturan?
Apa pula jadinya bila aturan itu tidak diterapkan secara konsisten?

Sejumlah pencapaian bisa diraih dengan konsisten. Konsiten berlatih, konsisten membaca, dan bentuk-bentuk konsisten lain sebagai wujud kesungguhan.

Apakah konsistensi itu?

Konsistensi adalah kemampuan untuk terus menerus berusaha sampai suatu pencapaian diraih. Konsisten merupakan salah satu kunci sukses. Segigih apa pun seseorang bekerja keras, bila tidak diiringi konsistensi maka keberhasilan akan sulit diraih.Terlebih lagi bila ditambah rasa malas.

Konsisten itu sikap hidup yang perlu diupayakan dan dilatih terus menerus. Oleh karena itu, penting sekali dijadikan kebiasaan bagi anak-anak agar sedini mungkin mereka belajar bertahan di semua kondisi, sesulit apa pun. Konsistensi membantu anak mengembangkan rasa tanggung jawab karena mereka tahu bagaimana harapan orang tua dan apa yang sebaiknya tidak dilakukan. Faktanya, anak-anak yang memiliki aturan yang konsisten cenderung lebih baik dalam berperilaku.

Bagaimana caranya melatih anak menjaga konsistensi?



1. Mulai Dari Diri Sendiri

Bagaimana mungkin menjadikan anak konsisten, bila orang tua belum bahkan tidak konsisten di semua lini kehidupan. Anak-anak akan meniru bagaimana cara orang tua bertahan di suatu pilihan dan teguh dalam pendirian.

2. Mulai Dari Hal-Hal Kecil



Melatih anak konsisten membutuhkan kesabaran. Bisa dimulai dari hal sederhana dalam keseharian, seperti konsisten jam belajar, konsisten waktu bermain,  atau konsisten membaca AlQur'an sehari sekian ayat atau lembar. Bicarakan dengan anak hukuman apa yang akan diterimanya bila tidak menjalankan konsistensi. Saat telah terbiasa melakukan hal-hal kecil, anak akan lebih mudah konsisten dalam hal-hal besar.

3. Membuat Jadwal Bersama Anak



Melibatkan anak membuat jadwal yang harus ditepati adalah salah satu upaya melatih anak bertanggung jawab melaksanakannya. Buat anak nyaman dengan pilihannya dan beri arahan bagaimana mereka menepati jadwal. Jauhkan diri dari sikap menekan agar anak tidak merasa terbebani.

4. Memahami Kondisi Anak



Keinginan orang tua menjadikan anak konsisten harus dengan memperhatikan kondisinya. Aturan yang  dibuat harus fleksibel dan tidak memberatkan anak. Hal ini penting diperhatikan agar tidak ada penolakan anak di tengah jalan, saat aturan diterapkan.

5. Memilih Fokus pada Satu atau Dua Prioritas



Bila berniat melatih anak konsisten pada suatu hal tertentu, biasakan fokus pada satu atau dua prioritas. Saat tidak ada prioritas, anak akan kesulitan mengutamakan yang lebih dulu harus dikuasainya. Sebaliknya, saat jelas prioritasnya, anak akan lebih mudah fokus.

6. Memberi Hadiah Bila Berhasil Konsisten




Imbalan berupa hadiah sebagai wujud perhatian orang tua menghargai jerih payah anak sekali-sekali boleh diberikan. Tentu tujuannya menyemangati, bukan menjadikannya kebiasaan. Hal ini penting agar anak terbiasa menjalani segala sesuatu karena kesadaran, bukan karena hadiah. Anak yang sering mendapatkan apresiasi atas kerja kerasnya akan berusaha menjaga agar bisa menjadi lebih baik lagi dan lagi. Hadiah adalah penghargaan yang membuatnya bersemangat menjaga konsistensi.

Disadari atau tidak, konsistensi adalah kunci mendisiplinkan anak. Hal ini karena anak-anak harus dapat memprediksi bagaimana mereka sebaiknya berperilaku. Konsistensi perlu ditingkatkan kualitasnya di setiap tahapan usia.

Menjadikan anak konsisten tentu perlu waktu. Biarkan anak berproses secara alami. Soal hasil serahkan pada Allah saja. Jangan pernah lelah menjadi teladan yang baik bagi anak. Kelak kita akan menuai hasilnya. Insya Allah.

Ketika Anak Dipilih Sekolah untuk Berkompetisi

Minggu, 22 September 2019
Bersama guru dan teman-temannya
 sesaat sebelum kompetisi dimulai.
Hanum, baris depan, kedua dari kanan.


Anak-anak yang dipilih mengikuti lomba di sekolahnya tentu membanggakan. Tidak semua anak memiliki kapasitas yang layak dipilih untuk lomba tertentu.

Pada anak usia Taman Kanak-kanak, esensi lomba mungkin tidak terlalu dimengerti. Akan tetapi, saat anak menginjak usia Sekolah Dasar, esensi itu sudah mulai dipahami. Hal ini karena guru di sekolah mulai berharap, baik tersirat maupun tersurat, akan kemenangan anak, sekecil apa pun itu. Anak dibekali dengan bermacam materi untuk persiapan. Kadang, jika waktu terbatas dan lomba segera dilaksanakan, anak akan dilatih terus menerus untuk persiapan.

Hal inilah yang terjadi pada anak keempat saya, Hanum Aulia Rusydaa. SD Muhammadiyah 12 Surabaya, tempatnya sekolah, memilih untuk disertakan dalam lomba di Universitas Muhammadiyah Malang. Ajang lomba bergengsi bertajuk MEA ( Muhammadiyah Education Award) ini diadakan oleh Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur.

Persiapan yang dilakukan selama sekitar satu bulan itu sangat melelahkan. Hanum sampai harus diculik pembinanya dari kelas saat pelajaran belum usai, untuk belajar khusus dalam rangka mengikuti event tahunan itu. Ada empat jenis pelajaran yang dilombakan, yaitu IPA, Matematika, Bahasa Inggris, dan Ismuba (Al Islam, Kemuhammadiyahan, Bahasa Arab). Hanum terpilih untuk pelajaran IPA.

Berita keberangkatan ke Malang untuk mengikuti MEA bisa dibaca di sini.

Sejak mulai belajar untuk persiapan hingga menjelang keberangkatan, Hanum tidak pernah mau mengulang belajar di rumah. Hal ini karena ia ingin saat di rumah bisa bersantai dan  beristirahat. Menurut anak kelas lima itu, belajar IPA untuk lomba cukup dilakukan di sekolah saja.

Sebagai ibu, tentu saya menginginkan hasil maksimal dengan belajar di sekolah dan di rumah. Akan tetapi, melihat kondisinya yang kelelahan, saya tidak tega mengajaknya belajar lagi. Hingga saat yang ditunggu-tunggu itu pun tiba. Hari Sabtu, 21 September 2019, Hanum bersama tujuh teman yang lain berangkat ke Malang untuk mengikuti lomba MEA.

Sebagai sekolah favorit yang langganan menelurkan banyak juara, guru-guru SD Muhammadiyah 12 Surabaya sangat bijak memotivasi anak didik yang ikut lomba. Tidak ada keharusan untuk menang, tetapi anak-anak diwajibkan berusaha semaksimal mungkin. Hal inilah yang mendamaikan hati anak-anak. Mereka hanya diharuskan belajar semaksimal mungkin tanpa rasa dibebani, juga tanpa tekanan harus menang. Para ustaz dan ustazah hanya meminta anak bersungguh-sungguh dan menjadikan event MEA ini adalah  pengalaman. Bukankah pengalaman itu adalah guru yang paling berharga? Pengalaman memberikan bekal terbaik untuk meraih kesuksesan di masa yang akan datang.

Baca juga:

6 Trik Mudah Agar Anak Tidak Malas Belajar

Sebagian orang tua tidak terlalu bersemangat bila anaknya mengikuti lomba. Sebagian yang lain bahkan terlalu semangat hingga anak diminta untuk juara. Bagaimana dengan saya? Bagi saya, dengan terpilihnya anak untuk mewakili sekolah saja sudah saya anggap juara. Bukankah memilih peserta lomba juga melalui seleksi? Demikian juga untuk MEA, anak-anak tentu sudah melalui sejumlah pengamatan dan penyaringan oleh para guru sebelum akhirnya terpilih mewakili sekolah. Itulah sebabnya, kemenangan dalam lomba hanya bonus di mata saya. Kemenangan yang sesungguhnya adalah ketika anak terpilih sebagai wakil sekolah dan bersedia diajak belajar lebih tekun dengan banyak materi yang memusingkan kepala.

Suasana kelas saat mengerjakan soal-soal IPA


Sebenarnya, apa saja manfaat anak mengikuti lomba atau berkompetisi?

1. Menginspirasi Anak untuk Menjadi Lebih Baik

Dengan terpilihnya anak mewakili sekolah, membuat anak berusaha melakukan lebih dari yang diminta. Dia akan cenderung ingin mempersembahkan yang terbaik dalam apa pun yang dilakukan.

2. Belajar Menerima Kekalahan/Kegagalan

 Terbiasa berkompetisi membuat anak belajar menerima kemenangan dan kegagalan. Sangat penting bagi anak belajar menerima kekalahan. Jika tidak, mereka akan merasa harus menang sepanjang masa. Yang bahaya, anak akan merasa bahwa takut kalah itu akan membuat mereka tak  perlu mengambil risiko.

3. Terbiasa Bekerja Keras

Anak-anak yang terbiasa terlibat dalam kompetisi akan lebih memahami nilai bekerja keras. Mereka akan termotivasi untuk berusaha semaksimal mungkin meraih yang diinginkannya dan lebih bersemangat mewujudkannya.

4.  Mengembangkan Keyakinan Diri

Anak yang berani berkompetisi akan menjadi lebih percaya diri dengan apa pun yang dikerjakan. Bila belum berhasil menjadi juara, akan lebih termotivasi dan giat berusaha meraihnya di masa yang akan datang.

Dengan sederet manfaat di atas, apa yang membuat kita ragu mendukung anak agar tidak malas ikut lomba?

Hal penting yang harus dilakukan orang tua adalah tidak bosan meluangkan waktu menemaninya belajar lebih giat dan tidak memaksanya bila telah lelah atau jenuh.

Apa saja yang sebaiknya dilakukan orang tua?
1. Bekali anak dengan sikap positif dan mental juara sehingga semangat berkompetisinya besar;
2. Dorong anak melakukan latihan yang cukup;
3. Persiapkan Anak Menerima Kekalahan;
4. Tunjukkan bahwa orang tua tetap mendukung, meskipun nantinya anak tidak menang.

Sudahkah melakukan hal-hal di atas saat anak berkompetisi? Jika sudah, biarkan anak tetap menikmati harinya tanpa tekanan, meskipun bersiap akan berkompetisi.

Bersantai sejenak sebelum kembali ke Surabaya
Hanum, duduk depan paling kiri,
kerudung hitam.


Saat tulisan ini dibuat, sudah ada berita bahwa Hanum dan teman-temannya belum berhasil masuk ke babak final. Kecewakah saya? Tidak. Dengan peserta sebanyak lebih dari 3.600, lomba ini cocok untuk Hanum menambah pengalaman dan belajar merasakan aura kompetisi dalam gedung luas milik Universitas Muhammadiyah Malang itu. Semoga setelah ini Hanum makin giat belajar dan tekun berlatih mengerjakan soal-soal untuk persiapan MEA tahun depan.